Skip to main content

Ngasih Rejeki Orang Bangladesh Via Toko Indonesia Dadakan

Seperti ada dimana-mana, toko Indonesia jadi fenomena yang menjamur di musim haji. Yang jualan? Tentu saja bukan orang Indonesia melainkan orang lokal hingga Bangladesh.

Pantauan saya selama menjadi petugas haji 2023, toko yang terang-terangan memasang plang Indonesia terlihat di berbagai sektor di Makkah.

Toko Indonesia rata-rata menjual jajanan yang familiar buat lidah Indonesia, seperti snack, teh kotak, kopi sachetan sampai mie instan merek Indonesia.

Merek-merek yang dijual banyak penggemarnya. Namun untuk kelengkapan barang tentu saja tidak seperti minimarket di Indonesia.

Tak hanya mini market ada juga toko yang melakukan diversifikasi barang jualan. Contohnya seperti yang ada di Syisyah, Makkah. Dari penampakan tokonya, toko ini aslinya menjual emas, namun pada musim haji ternyata toko ini juga menjual gamis dan oleh-oleh. Untuk harga cukup tinggi karena pedagang mengklaim kualitas bahan. Satu gamis, misalnya, dijual mulai dari 150 riyal atau setara Rp 600 ribu (kurs 1 riyal = Rp 4 ribu). Tentu saja harga tersebut baru harga pembukaan alias belum ditawar.

Di toko lain di deretan yang sama ada toko yang menjual gamis mulai dari 75 Riyal atau setara Rp 300 ribu. Toko ini juga menjual bermacam-macam syal dengan harga mulai dari 10 Riyal atau Rp 40 ribu.

Masih terasa mahal? Di sekitar toko, pada waktu subuh dan sore hari ada pasar kaget. Ini bisa jadi pilihan belanja yang termurah. Barang yang dijual sangat variatif mulai dari keperluan ibadah seperti gamis, kopiah dan sejadah hingga cemilan jajanan pasar.

“Kalau dari segi harga, harganya lebih murah di Madinah, tapi di sini lebih variatif, macam-macam barangnya,” ungkap salah satu jemaah yang hotelnya di sekitar pasar kaget, Abdul Aziz dari Kloter UPG-1.

Pasar kaget ini biasanya mulai seusai waktu subuh dan buka lagi menjelang maghrib. “(Seusai) Subuh lebih ramai dari ini, mbak. Dari ujung ke ujung (yang berdagang). Ini kita ada 6 kloter (UPG) di sekitar sini, jadi yang beli banyak,” ungkap Muhammad Suwardi, dari kloter yang sama.

“Itu ada yang jual kue, orang Indonesia juga,” tambahnya menunjuk lapak yang menjual gorengan bala-bala, jajanan pasar dan bakso. Seporsi bakso dijual Rp 20 ribu. Ya, lapak itu dan beberapa lainnya memang menerima transaksi dengan uang rupiah.

Di lapak lain kopiah dijual 5 Riyal (Rp 20 ribu), sedangkan sajadah 10 Riyal (Rp 40 ribu). Gamis yang dijual juga bervariasi harganya mulai dari 50 Riyal (Rp 200 ribu).

Yang berjualan sendiri beragam. Mulai orang lokal sampai Bangladesh. Pengalaman saya membeli minuman kemasan merek Indonesia, penjualnya nanya: “Kamu kerja apa?” Waktu saya jawab kerja wartawan dia pun nyerocos soal toko.

Lalu saya bertanya balik, kamu bukan orang Indonesia tapi tahu makanan enak Indonesia dari mana? Dari teman, katanya. Aslinya dari mana? Bangladesh jawab dia. Lagi-lagi dia nyerocos. Dia bilang kalau ke Bangladesh mampir ke kampung halamannya di Cox’s Bazar. Saya pun tersenyum lalu pergi.

Penjual gamis di toko sebelahnya juga ternyata dari Bangladesh. Di situ saya membeli gamis hitam. Di toko Indonesia di pinggir jalan yang jualan juga orang Bangladesh. Wow, kalau begini saya ngasih rejeki buat orang Bangladesh ya, pikir saya.

Walaupun memberi label Toko Indonesia, tak apa. Sedang high season saatnya berbagi rejeki dengan sesama. Kalau dalam marketing ini namanya memanfaatkan peluang dalam keramaian alias viral marketing. Mengharapkan word-of-mouth dari orang-orang Indonesia buat nyangkut ke tokonya. Ujung-nya sih tetap mencari keuntungan.

Namanya juga usaha!

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Upaya Ketiga?

 Jadi, kenapa upaya ketiga? Singkatnya, ini adalah blog ketiga dalam perjalanan nge-blog seorang Meliyanti Setyorini.  Saya tuh suka nulis dari dulu. Dari 2005 boleh dicek deh tulisan-tulisan saya sudah eksis di platform blog bahkan pada saat orang lain belum familiar dengan internet. Ya, tentu saja karena saya bekerja di media online saya agak maju informasinya dengan orang awam. Tapi karena nulisnya suka-suka jadi seringnya tulisan saya nggak cocok buat media online. Lebih cocok untuk blog.  Blog pertama saya bikin di platform yang dikembangkan detikcom. Ada yang pernah dengar blogdetik? Ya, di situ. Saya nulis soal film karena memang hobi nonton. Minimal sebulan sekali pasti ke bioskop. Cukup banget dong bahannya.  Blog kedua saya adalah blogspot. Waktu itu baru kenal adsense jadi iseng-iseng nyoba di platform punya Google sekalian, eh ternyata bagus juga nih. Platform ini juga yang nggak pernah mati sampai sekarang.  Dari blogspot saya membeli domain premium, tepatnya dibeliin, den